Islam
lifes
need to say
notes
MENIMBANG EKSISTENSI ATEIS
11:32 AM
Ateis. Mendengar kata Ateis
tersebut mayoritas masyarakat Indonesia akan mengerutkan dahi, memaki,
mengecam dengan berkata “dasar Kafir!”. Ateis merupakan orang yang tidak
memercayai keberadaan Tuhan (KBBI Edisi Ketiga. 2007 :74).
Pada umumnya mereka memandang dunia dengan logika. Semua hal harus
dijawab dengan akal sehat. Bisa dibilang Ateis adalah para pecinta
sains. Keyakinan tersebutlah yang menjadikan ateisme sebagai kufur, ‘sifat yang tidak memercayai Allah swt dan Rasul-nya’ (KBBI Edisi Ketiga. 2007: 609). Momok yang berbahaya bagi mayoritas masyarakat Indonesia yang teistik (beriman kepada Tuhan).
Dengan menimbang kembali keberadaan Ateis, apakah mereka adalah ancaman?
Saya kenal banyak Ateis, mereka berseliweran
di sekitar saya. Mereka tidak beriman kepada Tuhan, tetapi bukan mereka
tidak memahami cara hidup dan bersosialisasi dengan baik dengan manusia
lainnya. Sadar atau tidak, seorang Ateis sangat sibuk dengan hubungan
horizontal, yaitu hubungan manusia dengan manusia lainnya. Mereka sangat
memedulikan HAM dan kehidupan bermasyarakat dengan sangat baik. Mereka
peduli dengan meningkatnya kemakmuran bangsa ini, seperti mengajar
rakyat daerah, membagi sedekah, saling memberi, dan masih banyak
lainnya.
Hal ini positif tentunya untuk menjadi inspirasi
dibanding sibuk memaki mereka kafir. Apakah menghakimi mereka sebagai
musuh atau kafir adalah hal bijak sebagai seorang muslim? Emha Ainun
Najib pernah berkata, “Muslim atau bukan merupakan hak prerogatif Tuhan
untuk menilai”. Mendengar kalimat tersebut semakin membuat berpikir
mengenai judgement-judgement dari saya atau koaran-koaran di luar sana. Bijakkah, dibenarkan kah dalam Islam judgement tersebut?
Saya
pernah membaca tulisan soal terorisme dan membuat saya terus
terngiang-ngiang, Kalimat itu bertuliskan seorang pria yang berkata
kepada seorang teroris, “dengan mengebom para turis asing yang Anda
sebut kafir berarti Anda telah bersekutu dengan setan untuk memasukkan
manusia ke dalam neraka”. “Bersekutu dengan setan”, sebuah pernyataan
yang memilukan bagi saya dan jelas itu dosa besar dalam Islam. Akan
tetapi, seberapa banyak muslim yang berpikir sama dengan tulisan
tersebut. Ada berapa banyak manusia yang melihat non-muslim sebagai
musuh Islam dan terus memeranginya. Saya terus bertanya, “Islam-kah
‘muslim’ itu? Muslim sesungguhnya kah ia? Apa itu Islam?”. Kasus ini
tidak berbeda dengan pandangan umum yang kini terjadi kepada para Ateis.
Padahal Allah swt telah meminta kita untuk tidak hanya menjaga hubungan
vertikal (habluminallah) melainkan juga hubungan horizontal (habluminannas).
Sementara melihat kembali Rasulullah saw yang tidak pernah menghina
dan menghakimi non-muslim. Justru kebaikan hati beliau yang memberikan
rahmat bagi para non-muslim untuk menjadi mualaf. Sekali lagi, kebaikan hati.
Dr.
Zakir Naik—Profesor fenomenal yang berasal dari Mumbay, India yang
berdakwah ke seluruh dunia dan berhasil me-mualafkan ratusan orang—dalam
pembahasannya mengenai Ateis, ia mengatakan bahwa Ateis adalah
seseorang yang “setengah beriman”. Faktanya mereka telah mengimani “Laa ilah”
yang bermakna, ‘tiada tuhan’ dan percaya ketiadaan Tuhan merupakan
paham dasar Ateis. Kemudian Dr. Naik berkata, ”Ateis hanya belum
mengenal, Illallah, ‘selain Allah’ “.
Ateis adalah orang-orang yang kritis sehingga mereka mencari tahu
apakah, siapakah, bagaimanakah Tuhan itu. Mayoritas orang-orang berada
pada posisi teistik sejak lahir sehingga beriman bukanlah pilihan
melainkan keturunan. Menjadi Ateis adalah suatu fase di mana,
orang-orang dengan iman “keturunan” mencari Tuhannya.
Banyak orang yang menghakimi Ateis tanpa melihat latar belakang pilihan
orang tersebut. Padahal Allah swt berfirman dalam QS. Al-Hujuraat [49]:
11,
“…Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-ngolok), dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok)…”
Tidak ada yang
sanggup dan bisa menilai orang lain selain Allah swt. Saya meyakini
bahwa Islam adalah agama yang indah dan damai. Menjadi Ateis dan Teistik
adalah pilihan hidup seorang manusia. Bahkan Allah swt tidak memaksa
manusia untuk memilih jalan hidupnya, tapi Dia akan selalu memberi
petunujuk kepada hamba-Nya yang meminta. Allah swt menciptakan manusia
sebagai mahluk sempurna karena manusia memiliki akal pikiran. Akal
pikiran untuk memilih jalan hidupnya. Selain itu, bagaimanakah kamu
menimbang dengan bijak dalam menilai orang lain sedangkan kamu hanya
melihat dari satu sisi koin, bukan keduanya :)
Salam,
Kartika
Kartika
Desain oleh: Chandra Kartika Gunawan
Ditulis juga dalam http://moeslema.com oleh C.K.G.